PURCHASING POWER

ANALISIS PURCHASING POWER PARITY (PPP) DAN DERIVATIVES

OLEH: MASFAR GAZALI

I. LATAR BELAKANG

Dibukanya suatu perekonomian terhadap hubungan luar negeri mempunyai konsekwensi yang luas terhadap perekonomian dalam negeri. Konsekwensi ini mencakup aspek ekonomis maupun non-ekonomis, dan bisa bersifat positif maupun negatif bagi negara yang bersangkutan (Budiono, 1983 : 134). Konsekwensi ekonomis dari hubungan internasional adalah munculnya aktivitas perdagangan antar negara yang dianggap mempunyai nilai tambah dan efek berganda yang besar terhadap perekonomian atau pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Perdagangan luar negeri tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh ekonomis terhadap perekonomian luar negeri, yaitu pengaruh pada konsumsi masyarakat (consumption effect), pengarug pada produksi (productions effect ) dan pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat atau distribution effect. Pengaruh terhadap konsumsi ada dua hal, yaitu :

a. Kenaikan consumption possibility frontier (CPF).

Ini berarti bahwa karena adanya perdagangan luar negeri maka masyarakat dapat mengkonsumsi dalam jumlah lebih besar dari pada sebelum perdagangana.

b. Munculnya demonstration effect yang dapat bersifat posotif (merangsang minat produksi) atau bersifat negatif (merangsang konsumsi yang berlebihan);

Perdagangan luar negeri yang meliputi kegiatan-kegiatan ekspor-impor ini pengaruhnya besar terhadap pertumbuhan ekonomi karena sifat dan skalanya yang besar. Devisa dihasilkan dari kegiatan ekspor-impor sangat berguna bagi pembangunan ekonomi negara karena dapat berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi berbagai sektor perekonomian suatu negara.

Pada dasarnya perdagangan antar negara tidak berbeda dengan perdagangan dalam negeri. Hanya saja perdagangan antar negara lebih rumit dari pada yang dilakukan antar wilayah dalam suatu negara.

Ada dua hal pokok yang banyak dijumpai dalam lalu lintas perdagangan antar negara tetapi jarang dijumpai dalam lalu perdagangan antar daerah, yaitu:

a. Mata uang yang berlaku di suatu negara pengimpor pada umumnya berbeda dengan mata uang yang berada dinegara pengekspor. Kenyataan ini menyebabkan timbulnya masalah, seperti : kurs devisa, resiko perubahan kurs devisa, cadangan valuta asing dan lain-lain.

b. Kebijaksanaan pemerintah, seperti bea dan tarif, subsidi dan sebagainya dikenakan pada perdagangan antara negara.

Akibat berbedanya mata uang yang digunkan negara pengimpor dengan negara pengekspor maka timbul masalah, antara lain ialah kurs valuta asing. Jadi dalam hal ini diperlukan penukaran mata uang antar negara.nilai tukar (kurs) mata uang suatu negara yang menganut perekonomian pasar terbuka dan menggunakan sistem kurs mengambang hanya dapat berubah atau sengaja ddiubah berdasarkan perkembangan ekonomi suatu negara yang bersangkutan dalam hbungannya dengan partner dagangnya akibat adanya penawaran dan permintaan terhadap sesama mata uang masing-masing, yang sebenarnya mewakili perbandingan dan permintaan atas komoditi-komoditi yang diperdagangkan antar negara tersebut.

Kekuatan penawaran dan permintaan terhadap mata uang suatu negara dalam jangka panjang ditentukan oleh faktor-faktor seperti jumlah uang beredar, tingkat bunga dan tingkat inflasi pada negara tersebut. Faktor-faktor ini akan menentukan harga atau nilai tukar mata uang suatu negara, yaitu jumlah mata uang negara tersebut yang diperlukan untuk memperoleh satu unit mata uang negara lain. Kurs juga didefinisikan sebagai harga valuta asing. Jika mata uang Indonesia adalah Rupia, maka kursnya adalah harga dalam mata uang rupiah dari mata uang asing lainnya. Misalnya Rp. 5.000,00 perdollar AS, berarti harga Dollar AS dalam rupiah adalah 5.000.

Selanjutnya apabila dalam sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system) terjadi distorsi menyebabkan instabilitas kurs dalam hal ini tidak dapat lagi diatur berdasarkan kekuatan pasar, maka dalam kasus ini diperlukan intervensi pemerintah (otoritas moneter) berupa kegiatan membeli atau menjual valuta asing, melaksanakan kebijaksanaan devaluasi, revaluasi atau kebijaksanaan moneter lainnya seperti mempengaruhi tingkat harga/indeks harga konsumen dan tingkat lainnya seperti mempengaruhi tingkat harga/indeks harga konsumen dan tingkat harga kurs. Dengan adanya campur tangan pemerintah berarti suatu negara tidak lagi menganut suatu sistem mengambang bebas, berarti telah menganut sistem mengambang terkendali (Managed Float Exchange Rate Sistem).

Sebelum November 1978, Indonesia menerapkan nilai tukar tetap (fixed exchange rate sistem). Sistem ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas kurs dan mewarnai kebijaksanaan ekonomi pada periode tersebut. Naum demikian, karena tingginya laju inflasi dalam negeri dibandingkan dengan inflasi luar negeri, khususnya laju inflasi di negara-negara mitraa dagang Indonesia, sistem kurs tersebut telah menyebabkan kurs rupiah mengalami overvalued. Jika rupiah mengalami overvalued maka hal ini akan berdampak negatif terhadap daya saing komoditi Indonesia di pasaran Internasional, sehingga dapat menyebabkab defisit pada neraca pembayaran Indonesia. Defisit neraca pembaayaran berarti menurunnya cadfangan nasional baik dibank maupun di bank-bank devisa. Sebagian cadangan nasional tersebut harus dibayar keluar negeri untuk menutupi kelebihan impornya.

Menyadari kelemahan kurs tetap dan yang mulai ditekankan sejak 15 November 1978 secara resmi ditetapkan sistem kurs mengembang terkendali (managed floating exchange rate) dimana nilai tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan kesistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Dalam arti bahwa bank Indonesia selalu berupaya untuk menciptakan kurs rupiah yang meningkatkan kepercayaan masyarakat pada rupiah yang pada akhirnya dapat diciptakan kesetabilan Moneter, yang ditandai dengan tindakan Devaluasi Rupiah sekitar 50 % yaitu dari Rp. 415,00 per Dollar AS menjadi Rp.625,00 per Dollar AS.

Sedangkan Rupiah didevaluasi sekitar 48% pada bulan November (yang dikenal dengan “Knop 15” atau kebijaksanaan November 1978), rupiah kembali didevaluasi Rp.792,5 per Dollar AS menjadi Rp. 970,00 per Dollar AS pada tanggal 31 maret 1983 dan pada tanggal 12 September 1986, nilai rupiah diturunkan sebesar 69,5% yaitu dari Rp. 970,00 per Dollar AS menjadi Rp. 1.644,00 per Dollar AS (Anwar Nasution, Prisma No. 9, 1998 : 20).

Penetapan kurs yang baru atau besarnya Devaluasi yang dilakukan pemerintah tersebut menurut pendapat beberapa ahli ekonomi dapat disimpulkan bahwa pemerintah menggunakan teori Paritas Daya Beli (Purchasing power parity) sebagai dasar utama penentuan kurs mata uang asing. Dalam merangsang ekspor dan mencegah impor kurs harus mencerminkan Purchasing Power Parity, artinya bahwa daya beli satu rupiah di jakarta adalah sama dengan daya beli rupiah di Singapura, Hongkong, ataupun tempat lain diseluruh Dunia (Anwar Nasution, 1988 : 21).

Purchasing Power Parity merupakan satu gambaran yang masuk akal mengenai kecenderungan perilaku nilai kurs, terutama bila perbedaan inflasi antara dua negara (yang melakukan transaksi perdagangan) tersebut besar (Rudiger Dornbusch, 1990 : 668). Perubahan mendasar dalam kebijaksanaan mengambang terkendali tersebut terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika Bank Indonesia sebelumnya menggunakan Bank sebagai penjaga atas pergerakan nilai tukar maka sejak itu tidak ada lagi Bank sebagai nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas kepasar (free floating ), atau masih dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia selama ini, nampaknya penerapan Purely Free Floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinan adalah Bank Indonesiaakan tetap mempertahankan Managed Floating sulit untuk dilakukan intervensi secara berkala, selektif pada waktu yang tepat (Rodriger Dornbusch, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1998 : 85).

Maka pada penelitian ini skan mencoba melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kurs Rupiah terhadap Dollar AS yang dikaitkan dengan teori Purchasing Power parity.

II. Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)

Gagasan dari Teori Paritis Daya beli (Purchasing Power Parity) lahir dari tulisan-tulisan dari para ekonom Inggris abad ke – 19 antara lain David Ricardo, ekonom Swedia yang bernama Gustav Cassel mengatakan bahwa, perdagangan antar negara akan menyamakan perbedaan harga barang-barang yang diperdagangkan, dengan mengaitkan tingkat harga-harga masing-masing negara dan nilai tukar mata uangnya atau kurs (Nopiris, 1997 : 249). Dengan demikian, teori ini mengatakan bahwa semua tingkat harga dari seluruh negara sama besarnya bila diukur dalam satuan mata uang yang sama.

Jadi ditulis dalam bentuk persamaan:

P= R x Pr atau R= P/Pr

Persamaan diatas menunjukan bahwa kurs R ditentukan oleh perbandingan antara tingkat harga dalam negeri (P) dan tingkat harga luar negeri (Pr).

Dengan demikian Teori Paritas Daya Beli mengatakan bahwa keseimbangan jangka panjang terdapat hubungan kurs dengan nisbah harga. Misal dalam permintaan dan penawaran uang, sehingga dapat dikatakan bahwa teori ini juga berkaitan erat dengan teori kuantitas mata uang, mengingat pasar uang nasional berkaitan erat dengan pasar uang international.

Pernyataan teori kuantitas menyatakan bahwa disetiap negara, penawaran uang (jumlah uang beredar) sama dengan permintaan uang (Md – Ms), yang secara langsung merupakan bagian dari nilai produk nasional bruto. Jika dinyatakan dalam persamaan yang terpisah bagi suat unegara dan negara asing, maka akan diperoleh sepasang persamaan kuantitas sebagai berikut:

M = K.P.Y. dan Mf = Kr. Pr. yr.

Dimana:

M dan Mf masing-masing adalah jumlah uang beredar dikedua negara;
sedangkan P dan Pr adalah tingkat harga dikedua negara,
Y dan Yr adalah pendapatan nasional riil (dalam harga tetap) dan
K serta Kr adalah nisbah perilaku yang ditentukan oleh masing-masing persamaan tersebut.

Untuk memperoleh suatu modal yang mampu meramalkan kurs supaya lebih tepat, maka diperlukan variabel Moneter yang lebih luas, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif serta lebih fleksibel.

Untuk variabel yang bersifat kualitatif biasanya meliputi perilaku para pelaku ekonomi dalam pasar valuta asing, sepereti: akseptasi tentang jumlah uang yang beredar dimasa depan, akseptasi tentang kebijaksanaan pemerintah terhadap harta swasta, reaksi terhadap intervensi pemerintah dipasar valuta asing dengan membeli dan menjual mempengaruhi kurs, juga beberapa situasi politik dan ekonomi. Sedangkan variabel yang bersifat kuantitatif lebih sistimatik, yang meliputi suku bunga, tingkat inflasi dan neraca perdagangan.

Sebagai hasil akhir diperoleh suatu model gabungan antara teori Paritas Daya Beli dan Teori Kuantitas Uang.

R = (M/Mr) . (Yr/Y).k(Ir – I, Ie – Ief . TB).

Dimana:

K adalah nisbah Kr/K yang merupakan nisbah perilaku. Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut : bahwa kenaikan harga permintaan mata uang asing R, dipengaruhi oleh kenaikan (M/Mr) . (Yf/Y) . (if – I), dan (Ie – Ief), atau penurunan TB dan sebaliknya.

Teori Paritas Daya Beli

Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity, selanjutnya disingkat PPP) mempunyai dua pengertian, yaitu absolut dan relatif, PPP absolut dapat diartikan sebagai perbandingan antara tingkat harga absolut dalam negeri dengan indeks harga luar negeri berdasarkan basis tahun tertentu, PPP relatif mengubah PPP absolut dari pernyataan mengenai tingkatan-tingkatan harga dan kurs, menjadi perubahan-perubahan harga dan kurs, (Krugman, 1922 : 122).

Jika ditulis secara matematis maka persamaannya (Lawrence H. Officer 1976 : 2-3)

PPPjabs = Pljil/PLj12………………………….. (1)

Pjil
PPPjrel = . Ro ………………………. (2)
Pji2

Dimana :

PPPjabs = PPPabsolut pada periode j (atau jumlah mata uang negara A per unit mata uang negara B).
PPPjrel = PPP relatif pada periode (atau jumlah mata uang negara A per unit mata uang negara B).
Plji = tingkat harga dinegara I pada periode j.
Pji = indeks harga dinegara I pada periode j dengan tahun dasar 0.
Rj = kurs aktual pada kedua periode j (jumlah unjit mata uang negara A per unit mata uang negara B)

Selanjutnya, teori PPP terdiri dari dua definisi dan dua dalil yang semuanya membahas tentang keseimbangan mata uang asing. Kurs perimbangan itu sendiri ada dua macam yaitu kurs keseimbangan jangka pendek didefinisikan sebagai kurs yang terjadi pada sistem kurs yang mengembang (Freely floating). Sedangkan kurs keseimbangan jangka panjang adalah nilai tukar. Yang menghasilkan keseimbangan neraca pembayaran (seperti penggunaan batasan fiskal dan moneter atau batasan perdagangan dan pembayaran untuk mencegah atau menekan defisit).

Overvaluation dan Undervaluation Mata Uang Dalam Negara Menurut Kurs Paritas.

Kurs valuta asing dapat menyimpang dari kurs Paritas Daya Beli, terutama untuk perekonomian yang menggunakan sistem kurs tambatan dan sistem pengawasan Devisa (Soediyono Reksoprayitno, 1991 : 184 –185). Bila kurs yang berlaku lebih tinggi dari pada kurs Paritasnya, dikatakan bahwa mata uang dalam negeri dinilai terlalu rendah (Under Valued), dengan demikian dengan kata lain bahwa nilai mata uang asing dinilai terlalu tinggi. Dengan memperhatikan gambar 2.1 dengan kurva permintaan akan valuta asing SS, kurs Paritas akan setinggi KP.

Apabila pemerintah menentukan kurs yang berlaku setinggi K1, ini berarti bahwa untuk memperoleh US $ 1 yang seharusnya diperlukan pembayaran sebanyak (OKP).

Dengan kurs yang berlaku harus membayar Rp (OK1), jumlah ini lebih besar dari pada seharusnya, akibat terlalu rendahnya penilaian terhadap mata uang rupiah atau terlalu tingginya kurs US $ tersebut, terjadi kelebihan valuta asing sebesar US $ (ab), jumlah tersebut merupakan surplus neraca pembayaran kita. Dengan rupiah yang dinilai terlalu rendah tadi ekspor negara kita tendensinya terlalu besar, sedangkan impor tendensinya terlalu kecil ditinjau dari segi equilibrium neraca pembayaran.

Sebaliknya apabil kurs ditetapkan lebih rendah dari pada kurs Paritas KP, misalnya ditetapkan setinggi (OK2)/US $ ini berarti mata uang rupiah nilai eksternalnya ditetapkan terlalu tinggi (Overvalued), seharusnya untuk US $ 1 diperlukan psebesar Rp (OKP) tetapi oleh pemerintah ditetapkan sebesar Rp (OK2). Dengan kurs yang terlalu rendah ini akan terjadi kelebihan permintaan valuta asing sebesar $(cd). Ekspor menjadi terlalu kecil dan impor menjadi terlalu besar dari segi equilibirium neracapembayaran.

Apabila pemerintah tidak menghendaki akibat-akibat yang timbul dari penyimpangan kurs paritasnya, maka tindakan yang perlu untuk diambil oleh pemerintah valuta asing sebesar $ (cd). Ekspor menjadi terlalu kecil dan impor menjadi terlalu besar dari segi Eqilibrium pembayaran.

Apabila pemerintah tidak menghendaki akibat-akibat yang timbul dari penyimpangan kurs paritasnya, maka tindakan yang perlu diambail oleh pemerintah ialah menyesuaikan kurs yang berlaku dengan kurs paritasnya. Tindakan pemerintah yang berupa penurunan nilai eksternal mata uang dalam negeri, yang pada intinya berupa tindakan meninggalkan kurs valuta asing, biasa disebut dengan devaluasi. Sebaliknya tindakan pemerintah menaikan mata uang dala mnegeri disebut dengan revaluasi.

Perubahan-perubahan kurs tersebut sebagai depresiasi atau apresiasi. Bila kondisi lainnya tetap (ceteris paribus), depresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri, sedangkan impor bagi penduduk negara tersebut menjadi mahal. Apresiasi menimbulkan dampak yang sebaliknya, harga produk makin mahal bagi pihak luar negeri, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

Dengan kita melihat teori diatas dapat disimpulkan bahwa penulis akan berusaha menghubungkan masalah yang saling mempengaruhi mengenai nilai kurs Dollar terhadap Rupiah yang dapat kita lihat pada bagian dibawah ini.

Berdasarkan dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi dari kurs Rupiah terhadap Dollar yaitu perbandingan indeks harga (harga relatif) di Indonesia dan Amerika pada periode t, pendapatan riil relatif kedua negara pada periode t, selisih singkat bunga Indonesia dan AS, aliran emas, trend, dan faktor-faktor khusus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs yang dipertimbangkan dalam model regresi yaitu indeks harga relatif Indonesia Amerika selisih tingkat bungaIndonesia dan AS serta jumlah uang beredar di Indonesia dan AS.
Hipotesa adalah suatu kesimpulan sementara tentang perilaku variabel-variabel dalam model yang akan digunakan, yang akan dibuktikan kebenarannya melalui suatu pengujian. Hipotesa ini meliputi perbandingan jumlah uang beredar di Indonesia dengan Amerika Serikat, selisih tingkat bunga di Indonesia serta perbandingan indeks harga Indonesia dan AS yang mempengaruhi kurs Rupiah terhadap US Dollar.

III. Derivatives

Pengertian Derivatives

Derivatives adalah suatu instrumen keuangan yang mengendalikan nilai assat atau instrument keuangan akibat adanya perubahan harga, perubahan kurs pertukaran, pengertian suku bunga, dan lain-lain.

Contohnya: PT.”X” pada tanggal 1 Oktober 1999 membeli 100 lembar saham PT.”Y” yang beredar @ Rp. 50. Karena adanya ketidakpastian harga pada masa yang akan datang maka PT.”X” mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga keuangan “C” untuk membuat persetujuan harga dimasa yang akan datang. Saham tersebut akan dijual pada tanggal 1 Januari 2000.

Stok Price January 1
Rp. 45 Rp. 50 Rp. 55
Value Of Shares Rp. 4.500 Rp.5.000 Rp.5.500
Recep From (payment to) 500 0 (500)
Nek amount Rp. 5.000 Rp.5.000 Rp.5.000

Dari contoh di atas, dapat di ketahui bahwa PT.”X” maupun lembaga keuanga “C” mempunyai tingkat resiko yang sama.

TYPE OF RISK

1) Price Risk

Price risk adalah suatu ketidakpastian mengenai harga suatu assats pada masa yang akan datang .
Perusahaan dapat memmperlihatkan price risk pada assets yang seperti finacial, securities atau inventory, atau pada asset yang dibutuhkan dimasa yang akan datang seperti pembelian peralatan pada masa yang akan datang misalnya bulan depan.

2) Credit risk

Credit risk adalah suatu ketidakpastian apakah teim of credit dapat diandalkan untuk mengantisipasi ketidakpastian pembayaran hutang pada masa yang akan datang.

3) Contoh: pembauan dengan credit card suku bunga yang akan datang yang akan berpengaruh atau dampak pada cash flows di masa yang akan datang fair value atau tidak
Contoh : tingkat suku bunga hipotik yang bervariasi

4) Exchange rate risk

Adalah suatu ketidakpastian mengenai cash flows di masa yang akan datang akibat dari kartu dan hutang yang diukur dengan mata uang asing.

Types Of Derivatives

1. SWAP

Swap adalah suatu kontrak yang masa 2 pihak sepakat untuk mengadakan pertukaran pembayaran pada masa yang akan datang.

Contoh: PT.”A” pada tanggal 1 Januari 1999 meminjam uang dari Bank $ 100.000 dengan tingkat bunga !0%, jangka waktu 2 tahun. PT.”A” khawatir tingkat bunga pada masa yang akan datang akan naik, maka PT. “A” mengadakan kontrak Swap dengan PT. “X” pada tanggal 1 Januari 1999 untuk mengatasi pembayaran bunga pada tahun kedua. Dalam kontrak swap tersebut ditetapkan bahwa PT.”A” akan menerima ($ 100.000x bunga ! Januari 2000- !0%) bunga Bank tahun pertama 10% dan bunga Bank tahun kedua sama dengan bunga 1 Januari tahun kedua.

1 Januari 1999
cash $ 100.000
loan Payable
31 Desember 1999
(misal suku bunga 12%)
Interest expanse $ 10.000
cahs
(10% x $ 100.000)
Interest rato swap $ 1786
Other Camprehensive Income
$ 100.000 (12% - 10%) = $ 2000
present Value $ 2000
= 1 x $ 2000
(1+1)n
= 1 x $ 2000
(1+0,12)1
= $1786
disclosure about cash flows hedges 31/12 ’99
interes rate swap (assets) =$ 1786 (Fair Value)
$ 100.000 (National awovat)
31 Desember 2000
interest expense $ 12.000
cash
(100.000 x 12 %)
Cash $ 2000
Interest rate swap $ 1786
Other Comprehensive income $ 214
Other Comprehensive income 2000
Interest expense
Loan payable $ 100.000
Cash

2. Forward

Forward contract adalah suatu kesepakatan antara pihak untuk mengadakan pertukaran spesifikasi jumlah dari suatu komoditi sekuritas atau kurs pertukaran pada tanggal tertentu untuk masa yang akan datang dengan harga atau kurs pertukaran yang ditetapkan sekarang.

Contoh: PT.”X” tanggal 1 November 99 menjual mesin kepada PT. “Y” dengan harga  30.000.000 yang akan dibayar pada tanggal 1 Januari 2000 denga Kurs  120= $ 1

PT.”Y” mengadakan forward contract dengan Bank “Z untuk penyediaan dana  30.000.000 par 1/1 100 dengan kurs  120 = $1.

1/11/99 Yen Reccivable $ 250.000
sales (  30.000.000 / 120)
31/12/99 (  119 = $ 1)
AJP loss on forward contract $ 2.101
Forward contract
(  30.000.000 / 119 – 250.000)
Yen receivable $ 2.101
Gain on foreigr currency
1/1/00 cash $ 252.101
Yen receivable
(  30.000.000 / 119).
Forward contrct ( liability) = 2101
Cash forward contract settlament
Disclovsure of fair value hedges 31/12/99
Forward contract to deliver yen ( liability)
Nanoual amout fair value
$ 250.000 $ 2101

3. FUTURES

Future contract adalah suatu kontrak dimana ditetapkan untuk memberikan izin kepada suatu lperusahaan untuk membeli jumlah tertentu dari barang atau finacial securities pada harga yang ditentukan pada masa yang akan datang. Perbedaan forwad contract dengan future contract:

Forward contract,

1. kontrak pribadi yang dirundingkan diantara 2 parties atau kelompok.

future contract, kontrak yang distandarkandisasi di mana disponsori oleh pertukaran dagang dan dapat diperdagangkan di antara banyak parties di setiap waktu dalam 1 hari.

Kita tahu party yang akan bertukar uang tunai untukmenyelesaikan kontrak.
Penyelesaian pembayaran ditangani melalui badan pertukaran, kita tidak tahu dengan pihak mana kita terlibat kontrak.

Contoh:
PT.HB menggunakan 1000 ton gandum setiap bulan. Pada tanggal 1 Desember 2002 PT. HB memutuskan untuk melindungi dirinya dari perubahan harga sampai dengan 1 Januari 2003 dengan membelui future contract tanggal 1 Desember 1.000 ton gandum dengan harga Rp. 4 /ton.

1/12-2002 – NE-
ads. 31/12-2002 wheat future contract (Asset) Rp.400
Actual price Other comprehensive income
Rp.4,4/ton (1000 x (4,4-4)
1/1-2003 wheat inrentory =Rp 4.400
cash
(1000 x 4,4)
cash (Future Contract settlement)
wheat future contract (Asset) Rp. 400
other comprehensive income
goin on future contrac Rp.400
disclosure cash flow hedges 31/12/2001
national amount fair value
Rp.4.000 Rp. 4.000
Future contract to purchose
Weat asset.


IV. TIPE OF HEDGING ACTIVITAS

Hedging adalah peraturan transaksi-transaksi resiko, atau seperti swat, forward, future, dan option.
FASB membagi hedging atas :

1. Fair value hedges
Adalah derivative yaitu menghpus,setidaknya sebagian, perubahan harga pasar dari asset atau liability.

2. Cash Flow Hedges

Adalah derivative yaitu menghapus, menghapus setidaknya sebagian, variasi aliran kas dari transaksi-transaksi yang dapat diramalkan dimana hal itu mungkin terjadi.

V. ACCOUNTING FOR DERIVATIVES AND FOR HEDGING ACTIVITIES

Derivative akan diakui dalam laporan keuangan dan dilaporkan sebagai asset atau liabilities dengan fair value pada tanggal neraca.

Type of hedging:

1. No. Hedges

Semua perubahan dalam fair value dari derivative yang tidak dirancang sebagai hedges akan diakui sebagai goin atau loss dalam income statemen pada priode perubahan nilai.

2. Fair value hedges

Semua perubahan dalam fair value dari derivative yang direncanakan sebagai fair value hedges diakui dalam LIR sebagai goin atau loss dalam priode value changes.

3. Cash Flow Hedges

Adalah semua perubahan dalam fair value dari derivative yang direncanakan sebagai cash flow hedges diakui dalam bagian income statement.